Jakarta (Wartadhana): Pemerintah telah menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR.
Menanggapi hal ini Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PP-HIMMAH) Aminullah Siagian dengan tegas menolak draf RUU tersebut karena ada beberapa aturan yang diubah misalnya hilangnya ketentuan upah minimum Kabupaten/Kota. Berdasarkan RUU Cipta Kerja pasal 88C ayat (2) hanya mengatur Upah Minimum Provinsi (UMP), kata Ketua PP-HIMMAH Pusat Aminullah Siagaian kepada Wartadhana, Senin (24/2) di Jakarta.
Lebih lanjut dikatakannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, penetapan upah dilakukan di provinsi serta Kabupaten/Kota.
“Kemudian masalah aturan pesangon yang kualitasnya dianggap menurun dan tanpa kepastian. Nilai pesangon bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) turun karena pemerintah menganggap aturan yang lama tidak implementatif. Sebelumnya aturan mengenai pesangon ada di UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ujar Aminullah yang juga merupakan tokoh pemuda Sumut.
Dapat kita ketahui, Omnibus Law akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas. Sebelumnya, dalam aturan UU tentang Ketenagakerjaan penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok (core business).
“Belum lagi sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar dihapuskan dan aturan mengenai jam kerja yang dianggap eksploitatif dan banyak lagi hal-hal yang kita anggap sudah tidak berpihak lagi bagi kesejahteraan buruh. RUU ini pesanan pengusaha, karena yang paling diuntungkan dari aturan ini mereka,” tandas Amin.
Untuk itu saya perintahkan Pimpinan Cabang dan Wilayah se-Indonesia untuk menolak RUU ini, tegas Aminullah (Ikbal)