Medan (Wartadhana): Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Forum Rakyat Sumatera Utara dan Gerakan Rakyat Daerah Sumatera Utara (Forsu) melakukan aksi unjuk rasa dengan damai di Mapolda Sumut, Selasa (19/11). Pengunjuk rasa disambut oleh humas Poldasu Kompol T. Tihaniha.
“Kami pertanyakan terkait pemeriksaan dugaan korupsi pada kerjasama PDAM dan pemeriksaan Poldasu terkait penyaluran dana DAK Rp.45M anggaran APBN pengadaan alat laboratorium dan alat peraktek SMK yang di tangani krimsus Poldasu. Dan, meminta kepada Poldasu mengambil alih kasus perambahan hutan di Tapsel serta korupsi Psp,” Koordinator Aksi M. Fajar Daulay SH.
Selain itu juga kita meminta kepada Bapak Gubernur Sumut segera Evaluasi/Copot Kepala OPD Dinas Pendidikan Sumut terkait Audit BPK atas penyimpangan dana BOS, Dana DAK 2018, dan Dana DAK 2019, meminta kepada Gubernur Sumatera Utara untuk mencopot Sdr. Arsyad Lubis sebagai Sekretaris Panitia Seleksi Eselon Pemprov Sumut. Meminta Kejatisu segera periksa dugaan Korupsi penyimpangan Dana DAK 2018, Dana DAK 2019 dan Dana BOS hasil dari temuan penyimpangan pengelolaan BPK di Dinas Pendidikan Sumut. Meminta DPRD Sumut sebagai pengawasan jangan melemparkan opini sesat pada masyarakat terkait penyimpangan dana BOS setelah itu diam tanpa berbuat. Jangan Jadikan Jabatan Amanah Masyarakat justru Menyengsarakan Masyarakat, kata Fajar Daulay SH.
Praktek korupsi, Pungli Dan Gratifikasi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas. hal ini dilihat semakin banyaknya pelaku yang tertangkap tangan juga yang telah dijatuhi hukuman tidak membuat para pelaku jera baik di tingkat nasional dan juga daerah khususnya Sumatera Utara. Namun akses perbuatan Korupsi merupakan bahaya Laten yang harus diwaspadai dan di berantas hingga tuntas baik oleh pemerintah nasional, daerah maupun oleh masyarakat terkhusus Program Gubernur Sumatera Utara yaitu Sumut Bermartabat, kata Fajar.
Oleh karena itu, sehubungan dengan adanya uudit BPK terkait penyimpangan uang milik negara pada pengadaan alat praktik SMK Pertanian dan Otomotif senilai Rp. 45 Miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2018 yang tidak sesuai antara spesifikasi barang yang tertera di DAK dengan barang yang diterima oleh pihak sekolah se Sumut.
Selain itu, alat Laboratorium tersebut tidak bisa digunakan, dan adanya Audit BPK terkait penyaluran dana BOS tidak tepat waktu dan terdapat sisa dana T.A 2018 belum disalurkan pada rekening penampung sebesar Rp. 13.553.040.000, dan Audit BPK nomor : 41.B/LHP/XVIII.MDN/05/2017 terkait pengelolaan dana BOS tidak sesuai dengan ketentuan dan tedapat sisa dana pada rekening penampung sebesar Rp. 2,6 Miliar belum disalurkan yang juga telah menjadi perhatian bagi anggota DPRD Sumut yang hingga saat ini belum juga diperiksa oleh aparat penegak hukum.
Demikian juga adanya kegiatan pada anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2019 senilai Rp. 75.264.168.000. pada kurang lebih 30 Upt se Provinsi Sumut seluruh Kabupaten/Kota yang mengelola langsung penyaluran dana DAK pada setiap Upt dalam pelaksanaan swakelola terhadap seluruh kegiatan yang dikerjakan oleh pihak ke tiga secara swakelola, dalam pelaksanaan swakelola tersebut yang dipimpin Kepala Upl Dinas Pendidikan Sumut selaku Kuasa Pengguna Anggaran Langsung Kepala-Kepala Sekolah yang mendapatkan dana Alokasi Khusus.
Konsultan langsung dikerjakan oleh pelaksana yang ditunjuk Kepala Sekolah dan tanpa pemotongan harga PPN/PPh dan penurunan rata-rata 10% sampai 15% juga diduga dikelola Kepala Sekolah bersama Rekanan kroni bukan dilaksanakan secara swakelola yang melibatkan warga setempat atau orang tua siswa, serta adanya dugaan setoran fee kepada Kepala Upt dan Kepala Dinas sebesar Rp. 17% agar di telusuri oleh tim TP4D, di duga terjadi pembengkakan harga pada setiap satuan rancangan anggaran biaya material bangunan dan meubiler, serta adanya dugaan Pengutipan Liar (Pungli) dana sertifikasi guru honorer sebesar Rp. 200.000 per orang terhadap ratusan guru honorer se Provinsi Sumut diduga mengalir ke oknum petinggi pada Dinas Pendidikan Sumut.
” Terkait posisi Kepala Dinas Pendidikan Sumut menjabat sekretaris pada panitia pansel layak di pertanyakan. Hal ini diduga membangun jaringan-jaringan gerbong untuk menguasai posisi empuk sebagai Kepala OPD meskipun tidak sesuai dengan pendidikan dan pengalaman pada posisi yang di tentukan, seperti salah satu contoh nya Kepala OPD Pariwisata Sumut yang kami nilai sedikit aneh di isi oleh seorang dokter yang notabene nya merupakan seorang dokter mengurusi pariwisata,” tandas Fajar. (Wind)